Senin, 24 Maret 2025

Menyambut Snow White: Pertunjukan Orkestra dan Nuansa Dongeng di Bioskop

Sumber (Tangkapan layar Twitter)

19 Maret 2025 - Film Snow White resmi tayang di bioskop pada 19 Maret 2025 dengan suguhan pengalaman unik bagi penonton. Sejumlah bioskop di berbagai kota menghadirkan mini orchestra yang membawakan lagu-lagu ikonis dari film serta staf yang mengenakan kostum Snow White untuk menambah nuansa magis. Adaptasi live-action dari dongeng klasik ini telah lama dinantikan, terutama dengan kehadiran Rachel Zegler sebagai Snow White dan Gal Gadot sebagai Evil Queen. Dengan konsep penayangan yang lebih interaktif, Snow White diharapkan memberikan pengalaman sinematik yang lebih berkesan bagi para penonton.

Film produksi Disney ini telah menarik perhatian sejak pertama kali diumumkan. Dengan arahan sutradara Marc Webb dan dukungan tim produksi yang berpengalaman, film ini menghadirkan pendekatan baru terhadap kisah klasik yang pertama kali difilmkan oleh Disney dalam versi animasi pada 1937. Tidak hanya menyajikan visual modern, film ini juga membawa elemen narasi yang lebih mendalam dengan pengembangan karakter yang lebih kompleks.

Pihak bioskop yang menyelenggarakan acara spesial berharap pengalaman ini dapat memberikan kesan mendalam bagi para penonton. Mini orchestra yang membawakan lagu-lagu ikonis dari film, seperti Someday My Prince Will Come dan Heigh-Ho, menjadi daya tarik utama dalam perayaan perilisan ini. Kehadiran staf bioskop yang mengenakan kostum khas Snow White juga menambah atmosfer magis, terutama bagi anak-anak dan keluarga yang ingin merasakan sensasi dongeng secara langsung.

Sumber (Tangkapan layar Twitter)

Antusiasme penonton terhadap pemutaran perdana Snow White semakin terlihat dari banyaknya tiket yang terjual sebelum hari tayang. Banyak penggemar yang datang tidak hanya untuk menyaksikan filmnya, tetapi juga untuk merasakan pengalaman unik yang ditawarkan oleh bioskop. Dengan konsep yang menggabungkan elemen teater dan musik live, pemutaran ini berhasil menciptakan suasana magis yang jarang ditemui dalam penayangan film biasa. Kehadiran mini orchestra dan staf berkostum semakin menambah daya tarik, menjadikan pemutaran perdana Snow White sebagai salah satu pengalaman sinematik yang paling dinantikan tahun ini.

Respon terhadap penayangan perdana ini cukup positif. Banyak penonton yang mengapresiasi upaya untuk menghadirkan pengalaman menonton yang lebih dari sekadar pemutaran film. Beberapa penonton menyebutkan bahwa atmosfer bioskop yang didekorasi dengan nuansa Snow White memberikan pengalaman sinematik yang lebih istimewa. Selain itu, adanya mini orchestra membuat suasana menjadi lebih hidup dan mengingatkan pada keajaiban film animasi klasiknya.

Meskipun demikian, film ini juga mendapat berbagai tanggapan kritis sebelum perilisan. Beberapa kontroversi muncul terkait perubahan dalam cerita dan karakter, termasuk modernisasi pesan yang diusung dalam film. Disney berusaha untuk tetap mempertahankan esensi cerita asli namun dengan pendekatan yang lebih relevan dengan audiens masa kini. Rachel Zegler sendiri dalam berbagai wawancara menekankan bahwa versi terbaru Snow White ini akan lebih menonjolkan karakter yang mandiri dan kuat, dibandingkan sekadar menunggu pangeran seperti dalam versi klasiknya.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, Snow White diprediksi akan menjadi salah satu film besar tahun ini dengan potensi box office yang menjanjikan. Antusiasme penonton terlihat dari banyaknya tiket yang telah terjual dalam sistem pre-order, menunjukkan bahwa film ini masih memiliki daya tarik besar, terutama bagi penggemar Disney dan pencinta dongeng klasik.

Dengan strategi pemasaran yang kuat dan pengalaman menonton yang unik di bioskop, Snow White diharapkan dapat memberikan kesan yang tak terlupakan bagi para penonton. Film ini tidak hanya menghadirkan kembali kisah klasik yang dicintai banyak orang, tetapi juga membawa pengalaman sinematik yang lebih interaktif dan berkesan.


Conclave: Adaptasi Brilian yang Menaklukkan Academy Awards

3 Maret 2025 - Film Conclave sukses meraih penghargaan Skenario Adaptasi Terbaik di ajang Academy Awards ke-97, menegaskan kualitas cerita yang diangkat dari novel karya Robert Harris. Ditulis oleh Peter Straughan, skenario film ini mampu menerjemahkan kompleksitas intrik politik di Vatikan ke dalam narasi yang kuat dan memikat. Dengan kemenangan ini, Conclave semakin mengukuhkan posisi adaptasi sastra sebagai elemen penting dalam dunia perfilman.

Sumber (Tangkapan layar Twitter @layartancep_id)

Conclave menghadirkan kisah politik dan intrik di dalam Vatikan, menggambarkan proses pemilihan paus baru setelah wafatnya pemimpin sebelumnya. Dengan latar yang penuh ketegangan dan rahasia, cerita ini menawarkan perspektif menarik tentang kekuasaan, iman, serta ambisi pribadi yang tersembunyi di balik tradisi gereja yang sakral. Harris, sang penulis novel, mengaku terinspirasi dari peristiwa konklaf tahun 2013 yang membawanya pada pemikiran tentang kesamaan proses pemilihan dalam gereja dengan sistem politik Romawi kuno.

Sebagai sosok yang telah berpengalaman dalam menulis skenario adaptasi, Straughan mampu menerjemahkan narasi kompleks dalam novel menjadi sebuah film yang tetap mempertahankan esensi cerita aslinya. Karya-karyanya sebelumnya, seperti Tinker Tailor Soldier Spy, telah membuktikan kemampuannya dalam menyusun cerita yang penuh nuansa, sehingga tidak mengherankan jika ia kembali berhasil dalam proyek Conclave. Adaptasi yang dihasilkannya tidak hanya setia pada sumber aslinya, tetapi juga mampu berdiri sebagai film independen yang memikat penonton.

Sumber (Tangkapan layar Twitter @TheAcademy)

Dalam pidato kemenangannya, Straughan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Robert Harris atas novel luar biasa yang menjadi dasar film ini. Ia juga mengapresiasi kerja keras seluruh tim produksi yang telah mewujudkan visi mereka ke dalam film. Straughan menekankan bahwa keberhasilan sebuah adaptasi bukan hanya bergantung pada skenario yang baik, tetapi juga pada kolaborasi erat antara penulis, sutradara, aktor, serta kru lainnya.

Film ini menampilkan deretan aktor papan atas seperti Ralph Fiennes, Stanley Tucci, dan Isabella Rossellini, yang memberikan kedalaman emosional pada karakter-karakter dalam cerita. Berkat performa mereka, Conclave menjadi lebih dari sekadar kisah politik di dalam gereja, tetapi juga sebuah drama yang menyentuh dan menggugah pemikiran penontonnya.

Kemenangan Conclave dalam kategori ini menyoroti pentingnya adaptasi sastra dalam industri perfilman. Mengubah sebuah karya tulis menjadi film bukanlah tugas yang mudah, karena memerlukan pemahaman mendalam tentang materi asli serta keahlian dalam menerjemahkan nuansa cerita ke dalam medium visual. Keberhasilan Straughan dalam melakukan hal ini menjadikan Conclave sebagai salah satu contoh terbaik bagaimana sebuah novel dapat dihidupkan kembali melalui film tanpa kehilangan esensi dan daya tariknya.

Selain Conclave, Oscar tahun ini juga dipenuhi oleh kejutan lainnya, salah satunya adalah dominasi film Anora. Film karya Sean Baker ini berhasil menyabet lima penghargaan sekaligus, termasuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik, dan Aktris Terbaik untuk Mikey Madison. Anora mengisahkan perjalanan seorang penari eksotis di Brooklyn yang menikah dengan anak seorang oligarki Rusia, menciptakan drama yang penuh konflik dan emosi. Dengan anggaran produksi yang hanya $6 juta, film ini mampu meraih kesuksesan luar biasa dengan pendapatan lebih dari $40 juta serta mendapat pengakuan kritis, termasuk kemenangan di ajang Palme d’Or di Festival Film Cannes.

Di tengah persaingan ketat di Oscar, kemenangan Conclave menjadi bukti bahwa film dengan tema yang lebih serius dan intelektual tetap memiliki tempat di hati para juri dan penonton. Film ini bukan hanya memberikan hiburan, tetapi juga mengajak penontonnya untuk merenungkan berbagai isu tentang kekuasaan, moralitas, dan spiritualitas. Latar cerita yang unik dan pendekatan naratif yang mendalam menjadikannya sebagai salah satu film yang paling berkesan dalam penghargaan tahun ini.

Di sisi lain, penghargaan ini menegaskan bahwa adaptasi bukan sekadar menerjemahkan teks ke dalam gambar, tetapi juga memahami esensi cerita serta menyampaikannya dengan cara yang sesuai dengan medium film. Straughan dan timnya telah membuktikan bahwa kesetiaan terhadap materi asli dapat berjalan beriringan dengan kebebasan artistik, menciptakan pengalaman sinematik yang tetap menghormati sumbernya sekaligus memberikan sesuatu yang baru bagi penonton. Dengan kesuksesan ini, Conclave tidak hanya menginspirasi para pembuat film untuk terus mengadaptasi karya sastra, tetapi juga mengangkat standar bagi film adaptasi di masa mendatang.

Sumber (Tangkapan layar Twitter @TheAcademy)

Keberhasilan Conclave juga memperlihatkan bagaimana adaptasi sastra masih memiliki daya tarik yang kuat dalam industri film. Jika dikerjakan dengan tepat, sebuah novel bisa berkembang menjadi film yang tak hanya mempertahankan elemen penting dari cerita aslinya, tetapi juga memberikan pengalaman baru bagi penontonnya. Hal ini menjadi dorongan bagi para pembuat film dan penulis skenario untuk terus mengeksplorasi karya sastra sebagai inspirasi bagi produksi film mereka.

Secara keseluruhan, kemenangan Conclave di Oscar ke-97 menegaskan bahwa adaptasi yang dilakukan dengan baik dapat menghasilkan film yang tidak hanya sukses secara artistik, tetapi juga mendapatkan apresiasi tinggi di tingkat internasional. Kolaborasi antara penulis, sutradara, dan aktor menjadi elemen kunci dalam keberhasilan sebuah adaptasi, dan Conclave telah membuktikan bahwa sinergi yang kuat di antara mereka mampu menciptakan sebuah karya yang luar biasa.

Dengan apresiasi yang terus meningkat terhadap film-film adaptasi berkualitas, diharapkan semakin banyak karya sastra yang mendapatkan kesempatan untuk diangkat ke layar lebar. Keberhasilan Conclave menjadi inspirasi bagi para sineas untuk tidak hanya mengadaptasi cerita dari novel terkenal, tetapi juga menemukan cara-cara baru untuk menghidupkan kembali kisah-kisah yang memiliki relevansi dan makna mendalam bagi penonton modern.

Lebih dari Hiburan, "Jumbo" Hadirkan Pelajaran Hidup yang Bermakna

13 Maret 2025 - Film animasi Indonesia Jumbo akhirnya lahir setelah melalui proses panjang yang penuh dedikasi. Lebih dari 400 kreator berbakat terlibat dalam produksi film ini, mencurahkan mimpi, harapan, dan kecintaan mereka pada dunia animasi. Dengan cerita yang dekat dengan keseharian, visual yang indah, serta emosi yang mengalir di setiap babak, Jumbo bukan sekadar film animasi biasa, tetapi sebuah karya yang menyentuh hati. Film ini akan segera tayang di bioskop saat Lebaran 2025, menghadirkan petualangan seru bagi seluruh keluarga.

   Sumber (Tangkapan layar Twitter )

Gala premiere Jumbo yang berlangsung meriah menjadi ajang perayaan bagi para pencipta dan pencinta film animasi. Sebelum pemutaran film, para tamu undangan menikmati berbagai keseruan, termasuk berfoto di spot foto bertema Jumbo bersama karakter-karakter dari film ini. Momen ini semakin spesial dengan kehadiran sang sutradara, Adrian Dhy, serta para pemeran yang dengan hangat menyambut dan berbagi cerita mengenai perjalanan produksi film ini.

Salah satu daya tarik utama Jumbo adalah pendekatan visualnya yang memanjakan mata. Setiap frame dirancang dengan detail yang luar biasa, menciptakan pengalaman sinematik yang kaya warna dan penuh keajaiban. Tidak hanya itu, cerita yang disajikan membawa pesan mendalam, menyentuh berbagai aspek kehidupan yang dekat dengan keseharian penonton. Film ini tidak hanya menghadirkan petualangan seru, tetapi juga membangkitkan kenangan masa kecil dan perasaan nostalgia.

Sehari sebelum gala premiere, Jumbo terlebih dahulu diputar dalam press screening yang dihadiri oleh media dan kritikus film. Kesan pertama dari mereka sangat positif, banyak yang mengapresiasi bagaimana film ini mampu mengaduk emosi penonton, membawa tawa sekaligus menghadirkan momen haru yang menyentuh. Beberapa kritikus menyoroti bagaimana Jumbo berhasil menyajikan animasi berkualitas tinggi dengan jalan cerita yang kuat, menjadikannya sebagai salah satu film animasi Indonesia yang paling dinantikan tahun ini.

Aktris Bunga Citra Lestari, yang turut berperan sebagai pengisi suara karakter ibu dalam film ini, juga mengungkapkan perasaannya setelah menonton Jumbo.

"Di sini aku sebagai seorang ibu di film ini, kita bisa melihat kalau anak-anak ini tuh punya perjalanan hidupnya sendiri. Tapi bagaimanapun juga, apa yang orang tuanya ajarkan, kasih sayang orang tuanya itu akan selalu ada di dalam dirinya. Somehow, aku punya harapan orang yang nonton Jumbo, termasuk aku yang mengisi suara di sini, jadi makin appreciate waktu. Waktu yang kita punya bersama anak kita, dan anak kita juga menghargai kasih sayang dari orang tuanya. Nonton film ini amat dalam gitu, mungkin it's fun to watch, jadi kalau kita bilangnya menghidupkan imajinasi sekaligus menghangatkan hati" ujarnya.

Selain para pengisi suara, penonton yang hadir dalam screening juga memberikan reaksi yang penuh antusiasme. Seorang penonton mengungkapkan kekagumannya terhadap kualitas animasi dalam film ini.

 "Jujur aku pertama lihat animasinya itu bagus banget sih. Menurut aku, untuk sekelas animasi Indonesia ini udah bisa banget disandingin sama animator-animator di dunia" katanya.

Tak hanya dari segi visual, Jumbo juga dianggap berhasil menghadirkan pengalaman emosional yang mendalam bagi penontonnya. Film ini mampu membangkitkan kembali sisi kekanakan yang telah lama tenggelam serta menghadirkan nostalgia masa kecil yang mungkin sudah terlupakan. Dengan alur cerita yang kuat dan karakter yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, Jumbo lebih dari sekadar film animasi biasa. Setiap adegan tidak hanya menghibur tetapi juga menyentuh perasaan, membawa penonton menyelami kisah penuh makna tentang perjuangan, persahabatan, dan harapan. Elemen emosional yang kuat dalam film ini menjadikannya tontonan yang bukan hanya menyenangkan tetapi juga menggugah perasaan, membuat penonton larut dalam perjalanan yang penuh warna.

Sumber (Tangkapan layar Instagram @jumbofilm_id)

Selain menawarkan visual yang memanjakan mata, Jumbo juga menyampaikan pesan moral yang kuat. Nilai tentang kesabaran, keikhlasan, serta ketangguhan dalam menghadapi tantangan hidup tersampaikan dengan cara yang ringan tetapi mendalam. Film ini mengajarkan bahwa setiap perjalanan memiliki arti dan setiap rintangan membawa pelajaran berharga. Banyak penonton yang merasa tersentuh oleh kisahnya, menyadari pentingnya menghargai waktu bersama orang terkasih dan memahami makna ketulusan dalam kehidupan. Respon positif dari penonton semakin mengukuhkan posisi Jumbo sebagai film animasi yang mampu memberikan lebih dari sekadar hiburan, tetapi juga pengalaman menonton yang kaya akan makna.

Reaksi lain datang dari seorang penonton yang mengaku perasaannya campur aduk setelah menonton Jumbo. 

"Menonton film Jumbo ini rasanya perasaanku penuh banget, semua pesan pokoknya nangis, sedih, ketawa, semua dapat" ujarnya dengan penuh emosi.

Antusiasme terhadap Jumbo terus meningkat setelah pemutaran awal ini. Para penonton yang sudah menyaksikan filmnya mengungkapkan bahwa Jumbo bukan hanya tontonan anak-anak, tetapi juga mengandung pesan yang relevan bagi semua usia. Film ini berhasil membangkitkan inner child, membawa kembali kenangan masa kecil, dan menghadirkan kehangatan yang bisa dinikmati bersama keluarga.

Industri animasi Indonesia terus berkembang dengan hadirnya karya-karya orisinal yang mampu bersaing di tingkat internasional. Jumbo menjadi bukti bahwa animasi buatan anak bangsa mampu memberikan pengalaman sinematik berkualitas, baik dari segi visual maupun narasi. Melibatkan ratusan animator, desainer, dan kreator berbakat, film ini menunjukkan potensi besar industri animasi Indonesia di masa depan.

Keputusan untuk merilis Jumbo saat Lebaran 2025 merupakan langkah strategis. Momen libur panjang menjadi kesempatan bagi keluarga untuk menikmati hiburan bersama, dan Jumbo hadir sebagai tontonan yang tepat. Dengan kisah yang menyentuh dan animasi yang memanjakan mata, film ini diharapkan mampu menciptakan kenangan indah bagi para penontonnya.

Gala premiere dan press screening yang telah digelar semakin mengukuhkan posisi Jumbo sebagai film yang patut dinantikan. Berbagai pujian datang dari penonton dan kritikus, yang menyoroti kualitas animasi yang tinggi, cerita yang penuh makna, serta pesan emosional yang kuat. Kehadiran Jumbo juga menegaskan bahwa film animasi lokal bisa bersaing di kancah global.

Dengan semakin dekatnya tanggal rilis, antusiasme terhadap film ini terus meningkat. Banyak penonton yang tidak sabar untuk ikut dalam petualangan seru Jumbo dan merasakan sendiri kehangatan yang ditawarkan film ini. Dengan visual memukau, cerita menyentuh, dan pesan yang kuat, Jumbo siap membawa pengalaman menonton yang tak terlupakan bagi seluruh keluarga Indonesia.

"NGGAK!!!" Tembus BFI Flare London, Film Pendek Indonesia Mendunia

20 Maret 2025 - Film pendek Indonesia NGGAK!!! mencatat pencapaian penting dengan melakukan pemutaran perdana di Inggris dalam ajang BFI Flare: London LGBTQIA+ Film Festival 2025. Film ini terpilih sebagai salah satu dari lima karya dalam program global Five Films for Freedom yang diselenggarakan oleh British Council dan British Film Institute (BFI). Sebagai bagian dari kampanye ini, NGGAK!!! kini dapat ditonton secara gratis secara online selama festival berlangsung, dari 19 hingga 30 Maret 2025. Dengan pendekatan visual yang raw dan narasi yang dekat dengan realitas sosial, film ini mendapat apresiasi tinggi dari penonton dan kritikus internasional.

  

Sumber (Tangkapan layar Twitter @WatchmenID)

Disutradarai oleh dua sineas muda, film ini mendapat dukungan dari WatchmenID dalam proses produksinya. Dengan pendekatan visual yang raw dan penceritaan yang dekat dengan realitas, NGGAK!!! membahas isu sosial yang kompleks namun dikemas dengan cara yang ringan dan mudah diakses oleh penonton. Salah satu aspek yang mencuri perhatian adalah penggunaan elemen digital dalam narasi, seperti adegan video call yang diselingi dengan scrolling video kucing, yang menjadi representasi kuat dari pola komunikasi masyarakat modern.

BFI Flare dikenal sebagai salah satu festival film LGBTQIA+ terbesar di dunia dan menjadi platform bagi berbagai film yang mengeksplorasi tema keberagaman, identitas, dan kebebasan berekspresi. Terpilihnya NGGAK!!! dalam program Five Films for Freedom menunjukkan pengakuan internasional terhadap film pendek Indonesia yang mampu menyuarakan perspektif unik dalam skena sinema global. Kampanye ini bertujuan untuk menyebarkan cerita-cerita penting tentang keberanian dan penerimaan melalui film yang dapat diakses oleh penonton di seluruh dunia.

Penerimaan terhadap NGGAK!!! di BFI Flare cukup positif, dengan banyak penonton yang mengapresiasi bagaimana film ini mampu menyajikan realitas sosial yang berat dengan cara yang ringan namun tetap bermakna. Beberapa kritikus menyoroti bagaimana film ini berhasil menangkap esensi kehidupan modern dengan penggunaan sinematografi yang autentik dan dialog yang terasa alami. Kombinasi ini menciptakan pengalaman menonton yang imersif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Keikutsertaan film ini dalam festival bergengsi tidak hanya membuka peluang lebih luas bagi perfilman Indonesia untuk diakui di panggung internasional, tetapi juga menegaskan pentingnya film pendek sebagai medium yang mampu menyampaikan pesan sosial yang kuat. Dalam beberapa tahun terakhir, film pendek Indonesia semakin mendapat tempat di berbagai festival dunia, menunjukkan keberagaman cerita dan kreativitas sineas muda dalam mengeksplorasi isu-isu kontemporer.

    Sumber (Tangkapan layar Twitter @WatchmenID)

Selain BFI Flare, NGGAK!!! telah diputar di beberapa festival internasional lainnya, memperkuat posisinya sebagai salah satu film pendek Indonesia yang paling diperhitungkan di tahun ini. Kesuksesan ini menjadi bukti bahwa sinema Indonesia, terutama dalam ranah film pendek, semakin berkembang dan mampu bersaing di tingkat global.

Dengan pemutaran gratis secara online sebagai bagian dari kampanye Five Films for Freedom, film ini memiliki kesempatan lebih besar untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Inisiatif ini memberikan akses kepada lebih banyak orang untuk menikmati dan mendiskusikan film-film yang mengangkat isu-isu penting seputar identitas, kebebasan, dan ekspresi diri.

Terpilihnya NGGAK!!! di BFI Flare dan dalam kampanye global ini menjadi pencapaian yang membanggakan bagi perfilman Indonesia. Keberhasilan ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak sineas muda untuk terus berkarya dan menghadirkan cerita-cerita yang tidak hanya relevan di tingkat lokal, tetapi juga memiliki resonansi global. Dengan semakin terbukanya kesempatan bagi film pendek Indonesia di berbagai festival dunia, industri ini memiliki masa depan yang semakin menjanjikan.

Selasa, 18 Maret 2025

Pemutaran Film Frankofon di Acara Francophonie IFI 2025


Sumber (Tangkapan layar instagram @ifi_indonesia)

18 Maret 2025 - Institut Français d'Indonésie (IFI) kembali menggelar Francophonie 2025 dengan menghadirkan pemutaran film Frankofon pada 17–22 Maret 2025 di IFI Thamrin, IFI Bandung, dan IFI Jogjakarta. Acara ini menampilkan berbagai film dari negara-negara berbahasa Prancis, seperti Prancis, Kanada, Swiss, Belgia, dan beberapa negara Afrika. Antusiasme penonton terlihat tinggi, dengan kursi yang hampir selalu terisi penuh di setiap sesi pemutaran. Selain menonton film, pengunjung juga dapat mengikuti diskusi bersama kritikus film, sineas, serta berbagai kegiatan menarik lainnya yang menambah wawasan mengenai dunia perfilman Frankofon.

Acara ini menghadirkan sejumlah film pilihan dari Prancis, Kanada, Belgia, Swiss, dan beberapa negara Afrika yang menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa utama. Film-film yang diputar menggambarkan berbagai perspektif sosial, budaya, dan sejarah dari dunia Frankofon. Beberapa film yang menjadi sorotan dalam acara ini adalah So Close to the Clouds (2023), Ru  (2023) , Savages (2024) , Haure du Caire (2014), The New Year That Never Came (2024), Amerikatsi (2022), Les Enfants Perdus (2024), dan beberapa film pendek.

Sejak hari pertama, pemutaran film ini menarik perhatian banyak penonton. Kursi di setiap sesi hampir selalu terisi penuh, dengan beragam kalangan mulai dari mahasiswa, sineas, hingga pencinta budaya Prancis yang turut hadir. Salah satu penonton yang menghadiri acara ini berbagi kesan setelah menonton film.

"Saya benar-benar terbawa ke dalam ceritanya. Film ini memberikan pengalaman menonton yang berbeda dari film-film yang biasa saya tonton, dan saya sangat menikmatinya," ujarnya.

Selain pemutaran film, acara ini juga menghadirkan diskusi bersama kritikus film dan akademisi, yang membahas perkembangan industri film Frankofon serta bagaimana pengaruhnya dalam skena global. Diskusi ini memberikan wawasan mengenai bagaimana film dari negara-negara Frankofon sering kali memiliki pendekatan yang lebih intim dan personal dalam mengangkat isu-isu sosial dibandingkan film arus utama lainnya.


Sumber (Tangkapan layar instagram @ifi_indonesia)

Tidak hanya itu, ada pula sesi tanya jawab dengan beberapa sineas, yang memberikan wawasan lebih dalam tentang proses kreatif di balik film-film yang ditayangkan. Para pembuat film berbagi pengalaman tentang bagaimana mereka mengembangkan ide cerita, menghadapi tantangan produksi, serta menyesuaikan diri dengan industri film di negara masing-masing.

Selain program utama, Francophonie IFI 2025 juga menghadirkan berbagai kegiatan pendukung yang menarik bagi pengunjung. Beberapa di antaranya adalah pameran seni visual yang terinspirasi dari sinema Frankofon serta workshop singkat tentang penyutradaraan dan penulisan skenario. Kegiatan ini memungkinkan para peserta untuk lebih memahami dunia perfilman dari perspektif yang lebih teknis.

Festival ini tidak hanya menjadi ajang untuk menonton film, tetapi juga memperkuat hubungan budaya antara Indonesia dan negara-negara Frankofon. Acara ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memahami lebih dalam tentang keanekaragaman budaya dan perspektif yang ditampilkan dalam film-film tersebut.

Francophonie IFI 2025 kembali membuktikan bahwa film dapat menjadi alat yang efektif untuk mengenalkan budaya dan mempererat hubungan internasional. Dengan pemutaran film yang beragam serta diskusi yang kaya wawasan, acara ini memberikan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk lebih mengenal dunia Frankofon dari sudut pandang yang lebih luas.

Romansa Beracun dalam Cinta Mati, Serial Thriller yang Tak Boleh Dilewatkan


Red Carpet dan Gala Premiere (Tangkapan layar instagram @hitmakerstudio)

1 Februari 2025 - Industri hiburan kembali diwarnai dengan hadirnya serial Cinta Mati, sebuah drama yang menggabungkan kisah romansa dengan elemen thriller psikologis yang mendalam. Serial ini langsung menarik perhatian, terutama di kalangan Gen Z, karena berani mengangkat tema hubungan toksik, ketergantungan emosional, dan trauma masa lalu yang sering kali dihindari dalam cerita cinta konvensional. Dalam konferensi pers yang diadakan oleh tim produksi, para pemeran dan kreator membagikan wawasan mengenai proses kreatif di balik layar serta pesan kuat yang ingin disampaikan kepada penonton.

Dalam sesi tanya jawab, sang sutradara menekankan bahwa Cinta Mati bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan perjalanan emosional yang mengeksplorasi berbagai aspek psikologis dalam hubungan manusia. Serial ini menampilkan karakter-karakter yang kompleks, termasuk hubungan yang penuh dengan ketergantungan emosional, trauma keluarga, dan obsesi yang berbahaya. Hal ini membuat banyak penonton merasa serial ini sangat relevan dengan kehidupan nyata, terutama bagi mereka yang tengah menghadapi dilema dalam hubungan pribadi mereka.

   Press Conference Serial Cinta Mati (Tangkapan layar instagram @hitmakerstudio)

Salah satu karakter yang paling menarik perhatian adalah Bara, yang diperankan oleh aktor muda berbakat. Dalam konferensi pers, aktor tersebut mengungkapkan bahwa Bara bukan hanya sosok kekasih yang penuh gairah, tetapi juga memiliki sisi gelap yang mencerminkan obsesi dan kontrol dalam hubungan romantis. Dinamika antara Bara dan tokoh utama wanita dalam serial ini menampilkan bagaimana hubungan yang awalnya tampak indah bisa berubah menjadi beracun dan penuh tekanan psikologis. “Aku ingin penonton melihat bagaimana batas antara cinta dan obsesi bisa begitu tipis,” ujar sang aktor.

Selain elemen romansa yang penuh ketegangan, Cinta Mati juga membahas isu-isu mendalam seperti daddy issues dan dampaknya terhadap cara seseorang menjalin hubungan. Salah satu penulis skenario serial ini menjelaskan bahwa banyak karakter dalam cerita ini berjuang dengan masa lalu mereka, yang secara tidak langsung memengaruhi keputusan serta hubungan mereka di masa kini. Dengan menampilkan karakter-karakter yang realistis dan kompleks, serial ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya hubungan toksik serta pentingnya kesehatan mental dalam sebuah hubungan.

Para kreator serial ini juga menekankan pentingnya menonton Cinta Mati melalui platform resmi, yaitu W TV. Mereka berharap bahwa penonton dapat memberikan apresiasi terhadap kerja keras tim produksi dengan tidak menonton melalui situs bajakan. “Kami menciptakan serial ini dengan penuh dedikasi, dan dukungan dari penonton sangat berarti bagi keberlanjutan industri kreatif,” ujar produser.

Antusiasme terhadap serial ini terlihat jelas dari respons para penggemar yang hadir dalam konferensi pers. Banyak dari mereka yang mengungkapkan ketertarikan terhadap jalan cerita yang penuh kejutan serta karakter-karakter yang relatable. Di media sosial, tagar #CintaMatiWTV sudah mulai ramai digunakan sebagai bentuk dukungan terhadap serial ini.

Dengan jalan cerita yang penuh ketegangan, pesan mendalam tentang kesehatan mental, serta karakter yang kompleks, Cinta Mati diprediksi akan menjadi salah satu serial yang paling berkesan tahun ini. Bagi para pecinta drama dengan elemen psikologis yang kuat, serial ini menjadi tontonan yang wajib untuk diikuti. Jangan lewatkan setiap episodenya hanya di W TV, dan pastikan untuk mendukung industri hiburan dengan menonton secara legal.

Ne Zha 2 Tembus $2 Miliar! Industri Animasi Tiongkok Melesat ke Kancah Global


Sumber (Tangkapan layar Twitter @HabisNontonFilm)

16 Maret 2025 - Film animasi Tiongkok, Ne Zha 2, mencetak sejarah dengan masuk dalam daftar lima besar film terlaris sepanjang masa di dunia. Sejak dirilis pada 29 Januari 2025, film ini telah meraup pendapatan global sebesar $2,085 miliar, menggeser Star Wars: Episode VII – The Force Awakens dari posisi lima besar. Kesuksesan ini tidak hanya membuktikan dominasi Ne Zha 2 di box office, tetapi juga menandai kebangkitan industri animasi Tiongkok di kancah internasional.

Sejak dirilis pada 29 Januari 2025, bertepatan dengan perayaan Tahun Baru Imlek, Ne Zha 2 langsung mendapatkan sambutan hangat dari penonton domestik maupun internasional. Di Tiongkok sendiri, film ini berhasil meraup pendapatan sebesar 14,86 miliar yuan (sekitar $2,054 miliar) dalam waktu singkat, menjadikannya film animasi dengan pendapatan tertinggi di negara tersebut. 

Ne Zha 2 disutradarai oleh Yang Yu, yang juga dikenal dengan nama Jiaozi, dan merupakan sekuel dari film Ne Zha yang dirilis pada 2019. Film ini terinspirasi dari mitologi Tiongkok, mengisahkan perjalanan seorang anak iblis dalam misinya menyelamatkan temannya, pangeran naga Ao Bing. Cerita yang kuat dan animasi yang memukau berhasil menarik perhatian berbagai kalangan penonton. 

Ne Zha 2 juga mencerminkan perkembangan pesat industri film animasi Tiongkok, yang semakin diakui di kancah internasional. Film ini berhasil menembus dominasi film-film Hollywood dan menunjukkan bahwa produksi animasi Tiongkok memiliki kualitas yang mampu bersaing di pasar global. Di Amerika Serikat, film ini mendapatkan ulasan positif dari kritikus dan penonton. Salah satu penonton berkomentar,

"Saya telah tinggal di Amerika Serikat selama 20 tahun, dan ini adalah pertama kalinya saya melihat film animasi Tiongkok yang luar biasa di bioskop. Visualnya yang indah dan alur cerita yang kuat membuat saya terkesan."

Dominasi Ne Zha 2 di box office global tidak hanya menjadi kebanggaan bagi industri film Tiongkok, tetapi juga membuka peluang bagi film-film animasi lainnya untuk meraih kesuksesan serupa di masa mendatang. Dengan pencapaian ini, Ne Zha 2 bergabung dengan jajaran film-film terlaris sepanjang masa, berada di bawah Avatar ($2,923 miliar), Avengers: Endgame ($2,799 miliar), Avatar: The Way of Water ($2,320 miliar), dan Titanic ($2,264 miliar).

Keunggulan Ne Zha 2 juga membuka jalan bagi film-film animasi Tiongkok lainnya untuk menembus pasar internasional. Dengan kualitas produksi yang semakin baik dan cerita yang menarik, industri animasi Tiongkok menunjukkan potensinya untuk bersaing di kancah global. Film ini juga membuktikan bahwa penonton global terbuka terhadap cerita-cerita yang berasal dari budaya yang berbeda, asalkan disajikan dengan kualitas yang tinggi dan cerita yang universal.

Sumber : detik.com

Kesuksesan Ne Zha 2 menandai babak baru dalam industri animasi, membuktikan bahwa produksi non-Hollywood mampu meraih prestasi luar biasa di pasar global. Film ini membuka peluang bagi lebih banyak cerita dari berbagai budaya untuk diangkat ke layar lebar dan dinikmati oleh penonton dunia.

Sebagai salah satu film animasi terlaris sepanjang masa, Ne Zha 2 menjadi simbol kebangkitan industri film Tiongkok di kancah internasional. Dengan kualitas produksi tinggi, cerita yang kuat, dan strategi pemasaran yang tepat, film ini menunjukkan bahwa animasi dari berbagai negara dapat sukses secara global.


Magical Forest Terinspirasi dari Snow White Hadir di GBK, Saksikan Filmnya di Bioskop Mulai 19 Maret


Sumber (Tangkapan Layar @dreamellaproject

17 Maret 2025 - Magical Forest inspired by Disney’s Snow White resmi dibuka di Gelora Bung Karno (GBK), dekat gerbang H, membawa pengalaman imersif bagi para pengunjung. Event bertema dongeng ini menampilkan hutan ajaib yang terinspirasi dari kisah klasik Snow White, lengkap dengan dekorasi magis, instalasi interaktif, dan berbagai aktivitas menarik. Berlangsung hingga 6 April 2025, atraksi ini menjadi bagian dari perayaan jelang perilisan film Snow White, yang akan tayang di bioskop mulai 19 Maret 2025.

Magical Forest di GBK menampilkan dekorasi menawan dengan pepohonan bercahaya, rumah kecil yang menyerupai milik Tujuh Kurcaci, serta berbagai instalasi interaktif yang menghidupkan kembali kisah Snow White. Pengunjung dapat berjalan di jalur setapak yang dirancang menyerupai hutan dalam cerita dongeng, dengan efek suara magis yang memperkuat suasana. Tidak hanya itu, berbagai spot foto bertema kerajaan dan cermin ajaib menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung yang ingin mengabadikan momen spesial di tempat ini.

Selain pengalaman visual yang memukau, event ini juga dilengkapi dengan berbagai aktivitas interaktif. Tersedia sesi storytelling yang mengisahkan kembali petualangan Snow White, workshop kerajinan tangan bertema Snow White untuk anak-anak, serta area bermain yang memungkinkan pengunjung berinteraksi dengan elemen-elemen khas dari cerita ini. Salah satu daya tarik utama lainnya adalah kehadiran karakter kostum yang mengenakan pakaian khas dari film, menghadirkan pengalaman yang lebih nyata bagi para pengunjung.

Sumber (Tangkapan Layar @dreamellaproject

Seorang pengunjung yang telah merasakan langsung atmosfer Magical Forest di GBK mengungkapkan kesannya, 

"Saya benar-benar merasa seperti masuk ke dunia Snow White! Dekorasinya luar biasa, dan ada banyak aktivitas seru untuk keluarga. Rasanya seperti sedang berada di dalam film Disney." 

Antusiasme pengunjung semakin meningkat seiring dengan mendekatnya jadwal perilisan film live-action Snow White, yang akan tayang di bioskop mulai 19 Maret 2025.

Film Snow White yang baru ini merupakan adaptasi dari animasi klasik Snow White and the Seven Dwarfs (1937), salah satu film paling ikonik dalam sejarah Disney. Versi live-action ini akan menghadirkan interpretasi segar dengan efek visual modern, aransemen musik yang diperbarui, serta akting yang memukau dari para pemerannya. Para penggemar Disney di seluruh dunia telah menantikan film ini, dan Event Magical Forest menjadi cara sempurna untuk membangun suasana menjelang perilisannya.

Tidak hanya menarik bagi anak-anak, atraksi ini juga menjadi destinasi menarik bagi para penggemar Disney dari segala usia. Dengan atmosfer yang begitu imersif, Magical Forest di GBK menjadi tempat yang sempurna bagi pecinta film fantasi untuk merasakan langsung dunia Snow White sebelum menyaksikan filmnya di layar lebar.

Jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi keajaiban Magical Forest hingga 6 April 2025, dan pastikan untuk menyaksikan Snow White di bioskop mulai 19 Maret 2025.


Netflix Rilis Trailer Terbaru The Electric State Jelang Tayang Perdana

7 Maret 2025 - Netflix resmi merilis trailer terbaru The Electric State, film petualangan fiksi ilmiah terbaru garapan Russo Brothers, menjelang penayangan perdananya pada 14 Maret 2025. Dibintangi oleh Millie Bobby Brown dan Chris Pratt, film ini mengusung latar retro-futuristik era 1990-an dan menghadirkan dunia di mana manusia hidup berdampingan dengan robot berakal. Dengan visual yang spektakuler dan cerita penuh misteri, The Electric State siap menjadi salah satu tontonan sci-fi paling dinantikan tahun ini.


Sumber : cinemags.org

Menjelang perilisan perdananya pada 14 Maret 2025, Netflix merilis trailer terbaru untuk film petualangan fiksi ilmiah The Electric State, yang menampilkan Millie Bobby Brown dan Chris Pratt sebagai pemeran utama. Film ini disutradarai oleh Anthony dan Joe Russo, yang sebelumnya sukses dengan Avengers: Endgame, dan menawarkan latar retro-futuristik alternatif di era 1990-an.

Dalam film ini, Millie Bobby Brown berperan sebagai Michelle, seorang remaja yatim piatu yang hidup di dunia di mana robot berakal berbentuk maskot dan karakter kartun pernah berdampingan dengan manusia. Namun, setelah pemberontakan yang gagal, para robot ini kini menjalani kehidupan dalam pengasingan. Kehidupan Michelle berubah drastis ketika ia bertemu dengan Cosmo, robot misterius yang tampaknya dikendalikan oleh adiknya, Christopher, yang selama ini diyakini telah meninggal. Bertekad untuk menemukan saudaranya, Michelle memulai perjalanan ke wilayah barat daya Amerika bersama Cosmo.

Dalam perjalanannya, Michelle bekerja sama dengan Keats, seorang penyelundup yang diperankan oleh Chris Pratt, serta robot sahabat Keats yang jenaka, Herman (disuarakan oleh Anthony Mackie). Mereka menjelajahi Zona Eksklusi, sebuah daerah terpencil di padang pasir yang menjadi tempat tinggal para robot yang terbuang. Di sana, mereka bertemu sekutu baru yang unik dan mulai menyadari bahwa hilangnya Christopher ternyata terkait dengan konspirasi yang jauh lebih kelam dari yang mereka bayangkan.

Film ini menampilkan deretan aktor papan atas, termasuk Ke Huy Quan, Jason Alexander, Giancarlo Esposito, Stanley Tucci, dan Woody Norman. Selain itu, suara para robot dalam film ini diisi oleh Anthony Mackie, Woody Harrelson, Brian Cox, Jenny Slate, dan Alan Tudyk. The Electric State diadaptasi dari novel grafis karya Simon Stålenhag, dengan naskah yang ditulis oleh Christopher Markus & Stephen McFeely.

Tak hanya menyajikan film yang menjanjikan pengalaman visual yang epik, Netflix juga menghadirkan The Electric State: Kid Cosmo, sebuah permainan petualangan berbasis teka-teki yang memungkinkan penggemar mengeksplorasi dunia film ini dari perspektif Chris dan Michelle. Game ini berfungsi sebagai prekuel yang berlatar lima tahun sebelum peristiwa dalam film, menggabungkan elemen naratif yang mendalam dengan gameplay interaktif. The Electric State: Kid Cosmo akan tersedia secara eksklusif untuk pengguna iOS dan Android melalui layanan game Netflix mulai 18 Maret 2025.

Dengan kombinasi alur cerita yang emosional, efek visual yang spektakuler, serta jajaran pemain berbakat, The Electric State diprediksi menjadi salah satu film fiksi ilmiah yang paling dinantikan tahun ini. Film ini tidak hanya membawa penonton ke dalam dunia yang unik dan penuh misteri, tetapi juga menyajikan eksplorasi hubungan manusia dengan teknologi dalam cara yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Senin, 10 Maret 2025

ELKAKA #2: Merayakan Nostalgia dan Keindahan Sinema Klasik Indonesia di Metro Cinema Kemang


Sumber (Tangkapan layar Twitter @metrocinema_)

1 Maret 2025 - Setelah enam bulan vakum, Layar Klasik Kemang (ELKAKA) kembali digelar di Metro Cinema Kemang pada 1–2 Maret 2025. Acara ini menampilkan empat film klasik Indonesia dari Teguh Karya, Wim Umboh, dan M Endraatmadja, menghadirkan kisah romansa, pencarian jati diri, hingga perubahan individu. Antusiasme tinggi terlihat dari para penonton yang menikmati pengalaman sinematik ini, menjadikan ELKAKA lebih dari sekadar pemutaran film, melainkan juga perayaan warisan sinema Indonesia.

Program ini menghadirkan dua karya dari sutradara Teguh Karya, yang terkenal dengan narasi romansa yang kuat, serta dua film lain yang mengeksplorasi perjalanan karakter dalam menemukan jati diri. Antusiasme penonton sangat besar, terlihat dari hampir penuhnya kursi di setiap sesi pemutaran. Ada yang datang untuk mengenang kenangan masa lalu, sementara yang lain ingin mengenal lebih jauh sejarah sinema Indonesia.

Hari pertama dimulai dengan pemutaran Cinta Pertama (1973) pukul 15.00 WIB. Film ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah perfilman Indonesia karena memperkenalkan Christine Hakim ke dunia akting. Meskipun telah berusia lebih dari lima dekade, cerita yang dihadirkan tetap relevan dan menyentuh. Kisahnya menggambarkan cinta pertama dengan segala kebingungan, harapan, dan kenyataan yang tidak selalu berpihak pada pasangan yang saling mencintai. Dengan alur sederhana namun kuat, film ini mampu menyampaikan emosi yang begitu nyata dan mudah dipahami oleh berbagai generasi.

Malam harinya, pemutaran berlanjut dengan Badai Pasti Berlalu (1977), sebuah film yang tidak hanya dikenang karena alur ceritanya yang emosional, tetapi juga karena soundtrack legendarisnya yang masih populer hingga kini. Film ini diadaptasi dari novel Marga T., menghadirkan kisah cinta yang kompleks dan menyentuh, dengan sinematografi yang indah serta akting yang memikat. Lagu-lagu dalam film ini menjadi ikon dalam sejarah musik Indonesia, menambahkan lapisan emosional pada setiap adegan. Dengan visual yang dramatis dan dialog kuat, film ini menggambarkan perjalanan emosional manusia dalam menghadapi cinta dan pengorbanan.

Hari kedua diawali dengan pemutaran Senyum di Pagi Bulan Desember (1974) pada pukul 15.00 WIB. Film ini menyajikan kisah yang tidak biasa, mengisahkan tiga buronan yang bertemu seorang anak kecil dalam pelarian mereka. Seiring waktu, mereka mulai merasakan kasih sayang yang sebelumnya tidak pernah mereka alami. Film ini menyoroti perubahan karakter yang terjadi akibat hubungan yang tak terduga, mengajarkan bahwa dalam situasi sulit pun, rasa kemanusiaan tetap bisa tumbuh. Perjalanan emosional dalam film ini begitu dalam, memberikan pelajaran tentang kebaikan dan kesempatan kedua.

Sebagai penutup, film Akulah Vivian (Laki-Laki Jadi Perempuan) (1977) diputar pukul 19.00 WIB. Film ini mengangkat tema yang sangat progresif untuk masanya, mengisahkan perjalanan seorang transpuan pertama di Indonesia yang mendapat pengakuan negara. Dengan kisah Vivian, film ini menggambarkan perjuangan identitas serta penerimaan sosial yang masih menjadi isu relevan hingga saat ini. Dengan narasi yang kuat dan karakterisasi mendalam, film ini berhasil menggugah empati penonton serta memberikan pemahaman lebih dalam mengenai perjuangan komunitas marginal di Indonesia.

        Sumber (Tangkapan layar Twitter @metrocinema_)

Selain sekadar menonton, acara ini juga menjadi ruang bagi penikmat sinema untuk berbagi pendapat dan refleksi mereka terhadap film-film klasik Indonesia. Banyak penonton yang masih terlibat dalam diskusi setelah pemutaran selesai, menunjukkan bahwa film-film ini tetap memiliki daya tarik dan relevansi meskipun dibuat beberapa dekade lalu. Film-film klasik bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga cerminan dari kondisi sosial, budaya, dan sejarah Indonesia di zamannya.

Melalui program ini, para penonton juga mendapatkan wawasan tentang bagaimana industri film Indonesia berkembang dari masa ke masa. Teknik penyutradaraan, gaya sinematografi, serta tema yang diangkat dalam film-film lawas menunjukkan bahwa sinema Indonesia telah memiliki kedalaman cerita dan estetika visual sejak dulu. Dengan adanya acara seperti ELKAKA, generasi muda bisa lebih memahami perjalanan panjang sinema nasional sekaligus mengapresiasi karya-karya yang telah menjadi bagian penting dari sejarah perfilman Indonesia.

Pemutaran film-film klasik ini juga menegaskan pentingnya menjaga dan melestarikan arsip film Indonesia. Banyak film lama yang hampir hilang akibat kurangnya perhatian terhadap restorasi dan digitalisasi. Melalui inisiatif seperti ELKAKA, kesadaran akan pentingnya menjaga warisan sinema semakin meningkat. Tanpa upaya pelestarian, generasi mendatang bisa saja kehilangan akses terhadap karya-karya yang telah membentuk identitas budaya perfilman Indonesia.

Suasana di Metro Cinema Kemang selama dua hari pemutaran terasa begitu hangat, menjadi ajang bagi pencinta film untuk berkumpul dan berbagi kecintaan terhadap sinema klasik Indonesia. ELKAKA bukan sekadar pemutaran film, tetapi juga perayaan budaya dan penghormatan terhadap warisan sinema yang telah memberikan warna bagi perfilman nasional. Program ini membuka ruang nostalgia bagi generasi lama sekaligus menjadi jendela bagi generasi muda untuk memahami lebih dalam kekayaan sinema klasik Indonesia.

Di era digital dengan akses luas ke film asing, ELKAKA berperan penting dalam mengenalkan kembali sinema klasik Indonesia lewat pengalaman layar lebar yang autentik. Atmosfer bioskop dan diskusi setelahnya menghadirkan kedalaman yang tak tergantikan oleh tontonan di rumah. Ke depan, diharapkan lebih banyak film klasik dapat diputar, menjaga warisan sinema nasional tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang.


Interstellar Tayang Kembali di IMAX, Penggemar Nostalgia di Layar Raksasa


Dok. Pribadi 

Jakarta, 07 Maret 2025 - Film fiksi ilmiah legendaris Interstellar (2014) kembali hadir di layar IMAX dalam rangka merayakan anniversary ke-10. Penayangan spesial ini telah berlangsung di berbagai bioskop IMAX di seluruh dunia dan mendapat sambutan luar biasa dari para penggemar, yang kembali menikmati pengalaman sinematik epik dalam format terbaiknya.

Sejak dirilis pertama kali pada 2014, Interstellar karya Christopher Nolan telah menjadi salah satu film fiksi ilmiah paling berpengaruh, menggabungkan kisah emosional yang mendalam dengan penggambaran luar angkasa yang realistis. Dibintangi oleh Matthew McConaughey, Anne Hathaway, Jessica Chastain, dan Michael Caine, film ini menceritakan perjalanan Cooper (McConaughey), seorang mantan pilot NASA yang memimpin misi mencari planet baru demi kelangsungan hidup umat manusia saat Bumi menghadapi krisis ekologi yang semakin parah.

Salah satu daya tarik utama dari penayangan ulang ini adalah kesempatan untuk menyaksikan film dalam format IMAX 70mm, yang menghadirkan visual lebih tajam, detail luar biasa, serta tata suara yang mendalam. Dengan musik ikonik dari Hans Zimmer, momen-momen dramatis dalam Interstellar kembali menghipnotis penonton, membawa mereka lebih dekat ke pengalaman luar angkasa yang intens.


Dok. Pribadi 

Penayangan ulang ini mendapat sambutan luar biasa dari para pecinta film. Banyak bioskop IMAX melaporkan tiket terjual habis dalam waktu singkat, bahkan beberapa lokasi menambah jadwal pemutaran karena tingginya permintaan. Di Amerika Utara saja, Interstellar berhasil mengumpulkan lebih dari $10 juta dalam beberapa hari penayangan ulangnya—angka yang mengesankan untuk film yang telah berusia satu dekade.

Para penonton yang hadir berbagi kesan mereka setelah menyaksikan film ini kembali di layar lebar. Banyak yang menyebut pengalaman ini sebagai sesuatu yang "magis dan jauh lebih mendalam dibandingkan menonton di layar biasa". Beberapa penonton pertama kali yang belum pernah menyaksikan film ini di bioskop mengaku terkesan dengan skala dan emosi yang lebih terasa ketika ditampilkan dalam format IMAX.

Selain pengalaman visual yang luar biasa, diskusi tentang teori sains dalam Interstellar juga kembali ramai di berbagai komunitas film dan sains. Film ini terkenal karena akurasinya dalam menampilkan lubang hitam dan konsep relativitas waktu, berkat konsultasi dengan fisikawan Kip Thorne, yang bahkan memenangkan Nobel Fisika beberapa tahun setelah perilisan film ini.

Christopher Nolan sendiri mengungkapkan kegembiraannya atas perayaan ini, menegaskan bahwa menonton Interstellar dalam IMAX 70mm adalah cara terbaik untuk benar-benar mengalami film sebagaimana mestinya. Dengan resolusi tinggi dan tata suara yang menggelegar, film ini sekali lagi membuktikan dirinya sebagai salah satu karya terbaik dalam sejarah perfilman modern.

Dengan berbagai penghargaan yang telah diraihnya, termasuk Academy Award untuk Efek Visual Terbaik, penayangan ulang Interstellar di IMAX menjadi bukti bahwa film ini tetap relevan dan berpengaruh setelah satu dekade. Baik bagi penonton lama yang ingin mengulang pengalaman, maupun bagi generasi baru yang akhirnya bisa menyaksikannya di layar lebar, perayaan 10 tahun Interstellar menjadi momen istimewa yang tidak akan terlupakan.


Edisi Perdana Layar Keluarga: Apresiasi Film Pendek dan Pengalaman Sinematik Seru!

Jakarta, 08 Maret 2025 - Dunia film pendek Indonesia kembali mendapat sorotan dengan hadirnya program "Layar Keluarga", yang untuk pertama kalinya digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM). Program ini menghadirkan empat film pendek karya sineas Indonesia, yang dikurasi dengan mempertimbangkan kategori usia penonton. Oleh karena itu, pemutaran film dibagi dalam dua sesi, yaitu Layar Anak dan Layar Remaja, agar setiap film dapat dinikmati oleh penonton sesuai kelompok usia mereka.


Diskusi Layar Keluarga  (Tangkapan layar instagram @filmsantunan)

Sesi Layar Anak menghadirkan dua film dengan rating Semua Umur (SU), yaitu Ada Hantu di Menara Merdu dan Tun! Nang Kene Bae. Ada Hantu di Menara Merdu bercerita tentang petualangan sekelompok anak yang menemukan misteri di sebuah menara tua, sementara Tun! Nang Kene Bae menghadirkan kisah budaya lokal yang menyenangkan dengan pesan moral yang kuat. Setelah pemutaran film, acara dilanjutkan dengan Diskusi Layar Anak, yang menghadirkan perwakilan dari Rumah Dandelion, sebuah komunitas yang fokus pada edukasi dan perkembangan anak melalui media kreatif. Diskusi ini membahas bagaimana film bisa menjadi alat edukasi yang menyenangkan bagi anak-anak.


Pemain Film Pendek Anak  (Tangkapan layar instagram @filmsantunan)

Selain itu, dalam sesi ini juga diadakan lokakarya pembuatan film bersama Citra Film School, yang memberikan wawasan dasar tentang proses produksi film pendek. Anak-anak yang hadir bahkan mendapatkan pengalaman langsung melalui simulasi shooting satu adegan, di mana mereka berperan sebagai aktor, kru, dan sutradara kecil dalam produksi film mini yang disutradarai oleh mentor dari Citra Film School. Kegiatan ini mendapat sambutan meriah karena memberikan pengalaman baru yang menyenangkan dan edukatif bagi peserta.

Sesi Layar Remaja menampilkan dua film dengan rating Bimbingan Orang Tua (BO), yaitu Sandal Bupati dan Santunan. Sandal Bupati mengangkat kisah seorang anak yang menemukan sepasang sandal misterius yang menyimpan rahasia besar, sementara Santunan menyajikan drama emosional tentang seorang remaja yang harus menghadapi kenyataan pahit dalam hidupnya. Setelah pemutaran film, sesi dilanjutkan dengan Diskusi Layar Remaja, yang menghadirkan para pemain dan sineas dari film yang diputar. Mereka berbagi pengalaman tentang proses produksi, tantangan dalam pembuatan film pendek, serta pesan yang ingin disampaikan kepada penonton.

Acara ini mendapat antusiasme tinggi dari penonton berbagai usia. Dengan adanya pembagian pemutaran berdasarkan kategori usia, penonton dapat menikmati film sesuai dengan pengalaman dan pemahaman mereka. Program "Layar Keluarga" ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi bagi film pendek Indonesia, tetapi juga membuka kesempatan bagi anak-anak dan remaja untuk memahami dunia perfilman lebih dalam.


Dok. Tangkapan layar instagram @filmsantunan

Edisi perdana ini diharapkan menjadi awal yang baik bagi "Layar Keluarga", yang berpotensi menjadi program rutin untuk memperkenalkan film pendek berkualitas kepada masyarakat luas. Dengan semakin meningkatnya minat terhadap film pendek, acara seperti ini bisa menjadi jembatan bagi sineas muda untuk memperkenalkan karya mereka sekaligus menginspirasi generasi berikutnya dalam dunia perfilman Indonesia.




Falcon Pictures Bawa Rumah Untuk Allie ke Layar Lebar, Meet and Greet Bersama Pemain Jadi Sorotan!

Jakarta, 10 Maret 2025 - Industri film Indonesia kembali diramaikan dengan adaptasi novel ke layar lebar. Kali ini, Rumah Untuk Allie, novel best seller yang laris di Gramedia, diangkat menjadi film oleh Falcon Pictures, salah satu rumah produksi terbesar di Indonesia. Keputusan Falcon untuk mengadaptasi novel ini bukan semata karena viral di media sosial, tetapi juga karena kekuatan cerita dan pesan yang disampaikannya.

Poster Film Rumah Untuk Alie (Tangkapan layar instagram @falconpictures)

Falcon Pictures dikenal sebagai rumah produksi yang selektif dalam memilih proyek film. Mereka tidak hanya melihat dari sisi tren atau viralitas semata, tetapi juga memastikan bahwa cerita yang diangkat memiliki makna yang kuat. Rumah Untuk Allie membahas isu perundungan (bullying) yang terjadi di sekolah maupun dalam lingkungan keluarga, menjadikannya kisah yang relevan bagi banyak orang. Selain itu, angka penjualan yang tinggi membuat novel ini semakin menarik untuk diadaptasi.

Seperti kebanyakan adaptasi, proses dari novel ke film tentu mengalami beberapa perubahan. Tim script development Falcon melakukan penyesuaian sekitar 20-30% dari cerita asli untuk menyesuaikan dengan kebutuhan sinematik. Meskipun ada perubahan, benang merah cerita tetap dipertahankan agar pesan yang ingin disampaikan tidak hilang.

Film ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari Falcon Pictures sebagai pemegang hak cipta, media yang turut membantu promosi, hingga tim manajemen artis serta penerbit dan penulis novel yang terlibat dalam kampanye film ini. Selain itu, Falcon juga dikenal berani memberikan kesempatan kepada pemain-pemain baru untuk menghidupkan karakter dalam cerita.

Salah satu tantangan terbesar dalam produksi film ini adalah memilih rumah produksi yang mampu mengeksekusi cerita dengan baik. Falcon dianggap sebagai pilihan yang tepat karena hasil adaptasi mereka sesuai dengan ekspektasi, baik dari segi audio, sinematografi, maupun pemilihan pemain. Tantangan lain adalah memastikan bahwa film ini tetap tayang di layar lebar, bukan dalam format serial. Falcon tetap berkomitmen untuk merilisnya sebagai film bioskop yang akan tayang pada 17 April 2025.


Meet and Greet Rumah Untk Alie (Tangkapan layar instagram @lenn.liu)

Sebagai film yang berangkat dari AU TikTok yang viral serta novel best seller, pendekatan pemasaran yang dilakukan tentu tetap mengikuti tren. Namun, Falcon memberikan sesuatu yang berbeda, salah satunya dengan pemilihan aktor-aktor baru yang dipercaya mampu membawakan karakter dengan kuat. Dengan eksekusi visual yang berkualitas serta strategi kampanye yang menarik, Rumah Untuk Allie diprediksi menjadi salah satu film yang paling dinantikan tahun ini.

Selain pengangkatan novel menjadi film, rangkaian promosi juga semakin meriah dengan adanya acara meet and greet yang berlangsung di XXI Epicentrum. Acara ini menghadirkan para pemain utama film serta tim produksi, memberikan kesempatan bagi penggemar untuk lebih dekat dengan karakter yang mereka nantikan di layar lebar. Tidak hanya itu, tim dari Penerbit Tekad, selaku penerbit novel Rumah Untuk Allie, juga turut hadir dalam acara ini. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan penuh terhadap adaptasi film dan semakin memperkuat keterikatan antara novel serta film yang diangkat dari kisah tersebut.

Film ini akan tayang di bioskop pada 17 April 2025. Apakah adaptasi ini akan memenuhi ekspektasi para pembaca setia novelnya? Kita tunggu jawabannya di layar lebar!

Festival Sinema Australia-Indonesia 2025: Merayakan Satu Dekade Kolaborasi Sinematik

May 2025 - Festival Sinema Australia-Indonesia (FSAI) 2025 resmi dimulai pada 16 Mei dan akan berlangsung hingga 14 Juni mendatang. Memasuki...